Masa Depan

TIAP LANGKAH KITA MENENTUKAN, KEPUTUSAN KITA MEMBERI ARTI...

Jumat, 26 Februari 2010

ANTARA CINTA, SUKU DAN UANG

Ketika 2 pribadi memutuskan untuk menjalin hubungan bersama, maka komitmen diantara mereka akan terus diuji. proses itulah yang membuat setiap pasangan mengerti setiap pribadi dan bertambah dewasa untuk bertanggung jawab.

Tetapi terdapat tantangan yang sering dihadapi oleh setiap pasangan, yaitu perbedaan kesukuan juga keuangan.

Kejadian 2:20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.

Adam melihat bahwa ia tidak menjumpai penolong yang sepadan, dalam the message bible di katakan suitable yang berarti pantas.
Keadaan inilah yang dikatakan Adam membutuhkan penolong. Kebutuhannya diketahui Allah lalu Allah membentuk Hawa dari tulang rusuk Adam, mereka berdua tidak tercatat berasal dari salah satu suku atau kelompok etnis tertentu, karena memang tidak ada suku di situ. Mereka berdua hasil dari karya terbesar dari Allah.

Proses inilah yang membuat Allah turut campur tangan dalam hubungan seseorang sesuai dengan kebutuhan tadi.

Yang menarik adalah saat itu mereka berada dalam Taman Allah yaitu Eden, dimana mereka mengerjakan atau melakukan apa yang menjadi tanggung jawab mereka kepada Allah. Keuangan dan kekayaan tidak mereka miliki, Adam dan Hawa menumpang atau tinggal karena kasih karunia Allah dan mereka telanjang, sampai mereka melanggar perintah Allah dan berbuat dosa.

Tetapi perkemabangan selanjutnya adalah pemilihan pasangan melibatkan kesukuan atau berdasarkan kelompok etnis. 

Kejadian 24:4 Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang isteri bagi Ishak, anakku.

Jadi bisa dikatakan hubungan antara setiap pasangan bersifat keluarga. Hal ini terjadi bukan tanpa maksud, memiliki pengertian lebih dari sekedar keluarga, tapi lebih bersifat hubungan dengan Allah. Mengapa ? ketika terjadi perkawainan antar suku, terbuka kemungkinan untuk menjauhnya mereka dari Allah yang disebabkan setiap suku memiliki kepercayaan sendiri mempunyai allah mereka sendiri.

Begitu juga dengan kekayaan atau harta, jelas dari pihak prialah yang bekerja, tetapi ada hal yang lebih dipentingkan dari kekayaan yaitu moral dari setiap pasangan.

Ketika Esau mengambil perempuan Kanaan sebagai istrinya, ia telah membuat orang tuanya sakit hati terhadapnya. Karena moral dari orang Kanaan tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah mereka.

Konsep sederhana yang diajarkan oleh Alkitab tentang Cinta dan Perkawinan, telah mengalami pergeseran, sampai saat ini. Para raja membuat perkawinan sebagai pembagian kekuasaan dan ikatan perdamaian, sudah tidak lagi didasarkan akan moral yang Tuhan ajarkan, meski dari kitab Kejadian sampai Wahyu, Allah tetap meberitahukan kepada umatnya tentang hal tersebut.

Bahkan Yesus memberikan sebuah gambaran penuh tentang hati Allah yaitu Ia hanya menginginkan hubungan itu kembali terjalin seperti di Eden. Kedatangan Kristus yang tidak berkaitan dengan kekayaan maupun kelompok etnis tertentu, memberikan pengertian bahwa diatas segalanya ( suku atau uang ) hubungan dengan- Nya lebih utama.

Tetapi yang terjadi adalah uang dan gengsi diatas segalanya, kekayaan/uang/materi menjadi simbol damai sejahtera dan kebanggan atas etnis sendiri lebih dipentingkan dari moral.

Tetapi prinsip Alkitab jelas, cinta yang sejati atau kebahagian sejati adalah ketika setiap kita, keluarga memiliki hubungan intim dengan Allah untuk melahirkan generasi ilahi.

Ps. Steven Imanuel Bawole

Kamis, 18 Februari 2010

CINTA ITU MEMPERCAYAI TUHAN DALAM SEGALA HAL ( with google translate )

Mempercayai Kristus sebagai Tuhan harus dibuktikan dengan kehidupan kita sehari – hari. Memberikan hidup kita dituntun, dibimbing sesuai dengan rencanaNya.

Hal ini tidak  mudah, tidak semudah ketika kita mengatakannya. Dibutuhkan keberanian untuk melangkah, melakukan tindakan untuk mempercayainya, mempercayakan semuanya dalam Dia.
Saya teringat ketika orang tua saya sakit, papa saya, dan harus menjalani opname di salah satu rumah sakit yang terbaik dikota kami. Keadaan ekonomi pada waktu itu tidak begitu baik, bisa dikatakan pada pas – pasan, ditambah haus membiayai rumah sakit, keperluan sekolah ke dua adik saya. Saat itu adalah saat dimana beban terasa sangat berat. Keputusan untuk memberikan segalanya kepda Tuhan adalah keputusanyang terbaik yang saya buat. Bagaimana tidak .. papa yang menjadi tulang punggung keluarga .. tidak bekerja dan masuk rumah sakit dan ia memberikan wejangan ..katanya “ Hari ini kamu menjadi kepala rumah tangga “.

Mendapat tanggung jawab seperti itu .. sepertinya bagi saya belum saatnya, meskipun saya sudah mulai mencukupi kebutuhan saya pribadi, tetapi untuk satu keluarga.. itu sulit bagi saya.
Tapi kehidupan tidak berhenti, waktu terus berputar, tidak ada waktu untuk menunggu atau menyesali keadaan.

Sering kali dalam kesharian kita, kita menunggu dan menyesali keadaan yang terjadi dan akhirnya terkukung dalam permasalahan kita.. TIDAK UNTUK SAYA.

Malam setelah saya pulang dari rumah sakit, saya melayani 1 komunitas anak muda, mengajar mereka tentang kebenaran Firman Tuhan, meskipun dalam diri saya, keadaan saya tidak seperti kelihatannya, tetap tersenyum, tertawa dan itu membutuhkan perjuangan.. sungguh.
Setelah selesai percakapan kami, tiba – tiba saya tertarik dengan film kartun tentang Musa yaitu “ Prince of Egypt “ .. karena saya hobby menonton.

Setelah pulang saya memutar film itu diruang tamu di tempat saya tinggal – saya tinggal dengan pemimpin tempat saya melayani – secara keseluruhan saya mengerti jalan cerita dari film tersebut karena ada di alkitab.. tetapi ketika masuk cerita tentang Musa membelah laut, dan orang Israel masuk berjalan ditengah – tengahnya..tiba – tiba dengan jelas Roh Kudus berbicara “ KAMU SEDANG DALAM LAUTAN MUJIZAT “ ..yang terjadi selanjutnya saya menangis dan berlutut, kalimat yang sederhana itu memberi saya kekuatan.

Dan hal itu memberikan saya pengertian tentang memberikan segalanya bagi Dia, yaitu :
1.      FirmanNya menguatkan, oleh sebab itu pembacaan alkitab, merenungkan Firmannya keharusan.
Mazmur 1:2 tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
2.       Mulai mempercayakan hidup kita kepadanya – belajar dari yang sederhana –
Matius  6:25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
3.      Perkatakan Firman
Yosua 1:8 Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.
Saya mulai memperkatakan kalimat itu setiap hati “ Aku dalam lautan mujizat “ dan mujizat terjadi .. Ia menolong keluarga kami, memulihkan papa saya dan mencukupi segalanya.

FirmanNya beri kekuatan dan itu harus diresponi dangan tindakan itulah arti PERCAYA. Percaya adalah bukti cinta kita padaNya.

Ps. Steven I Bawole

Jumat, 05 Februari 2010

IMLEK DAN KEKRISTENAN

Apakah Orang Kristen Boleh Merayakan Imlek? Karena ini masih sering menjadi suatu pertanyaan bagi orang Kristen di kalangan orang Tionghoa, hal ini disebabkan karena tidak sedikit orang berasumsi bahwa perayaan Imlek merupakan hari raya umat Kong Hu Cu, Buddhisme, atau Taoisme yang selalu indentik dengan hari raya suatu kepercayaan. Padalah Imlek itu adalah merupakan perayaan milik semua orang Tionghoa, bukan keyakinan tertentu.

Imlek sering dikaitkan dengan perayaan besar keyakinan tertentu, mungkin hal ini berasal dari pandangan bahwa pada hari raya Imlek, kebanyakan rumah keluarga orang Tionghoa akan diwarnai dengan berbagai kesibukan seperti sembahyang di kuil atau klenteng untuk memohon berkat. Berbagai takhyul dan pantangan mulai juga diberlakukan pada perayaan Imlek. Pada bulan pertama di kalender Lunar tersebut praktik okultisme yang kental pun mulai marak menghiasi komunitas orang Tionghoa.

Perayaan Imlek sesungguhnya merupakan perayaan 15 hari pada bulan pertama dalam penanggalan kalender Lunar. Di RRC, perayaan Imlek dikenal sebagai perayaan musim semi atau Chun Jie. Orang Tionghoa mempunyai semacam filosofi dalam perayaan Imlek, yaitu perayaan ketika alam semesta “hidup kembali“ setelah membeku karena musim dingin. Tanda suatu permulaan yang baru (hidup baru). Saat itu biasanya digunakan untuk reuni keluarga serta saling mengunjungi (Bai Nian) kerabat, teman dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa dilakukan pada perayaan Imlek.

Sekarang, pertanyaannya adalah bolehkah orang Kristen dari kalangan orang Tionghoa merayakan Imlek? Imlek atau dimulainya hari pertama pada bulan pertama kalender Lunar yang dikenal bangsa Tionghoa kuno sesungguhnya tidak terlepas dari cerita-cerita mengenai pengusiran roh jahat dari keluarga-keluarga orang Tionghoa kuno.

Kisah atau legenda perayaan Imlek yang paling terkenal adalah binatang pemangsa manusia pada setiap hari pertama / malam tahun baru Imlek yang dikenal dengan Nian (seekor monster). Karena itu konon, menjelang malam tahun baru Imlek, rakyat bukannya bergembira menyambutnya seperti sekarang ini, melainkan mereka sangat ketakutan.

Dari kisah ini, lahirlah ide penempelan Dui lian (kertas merah) di atas ambang pintu dan pada kedua tiang/kusen pintu rumah setiap perayaan Imlek, karena warna merah paling ditakuti oleh Iblis Nian tersebut. Oleh sebab itu, janganlah heran apabila perayaan Imlek selalu didominasi oleh warna merah.

Dalam perkembangannya, orang menambahkan penulisan kata beruntai dan puisi sebagai “petuah“ di atas kertas merah sehingga menjadi Dui Lian yang mendatangkan Hoki atau berkat. Akibatnya, faedah Dui Lian yang semula dimaksudkan untuk mengusir roh jahat, banyak dilupakan.

Kisah lain yang berhubungan dengan perayaan Imlek adalah penempelan gambar “Men Shen“ (dewa pintu) yang biasanya juga dilakukan pada setiap Tahun Baru Imlek. Tradisi penempelan sepasang Men Shen pada pintu rumah dan pintu-pintu kuil, menurut legenda itu berasal dari dinasti Tang, akhirnya diteruskan sampai sekarang ini.

Konon kedua dewa pintu itu adalah Jenderal Qin Shu Bao dan Jenderal Yu Chi Ling De yang menjagai pintu kamar kaisar Li Shi Min atau lebih terkenal sebagai Kaisar Tang Tai Zong yang mengalami kesulitan tidur karena diganggu oleh roh jahat setiap malam.

Setelah dikawal oleh kedua jenderal tersebut, Kaisar Li Shi Min dapat tidur dan merasa terlindung. Akhirnya, kaisar memerintahkan untuk menggambarkan kedua jenderal itu dan ditempelkan di pintu kamarnya. Lama kelamaan cara itu menyebar ke seluruh negeri dan kedua jenderal itu dianggap  sebagai “dewa pintu“ (Men shen). Kebiasaan lain dalam perayaan Tahun Baru Imlek adalah Barongsai (tarian singa atau tarian lung), tarian Barongsai dilakukan dengan tujuan untuk mengusir dan menakut-nakuti roh jahat. Kemudian dengan disertai permainan petasan bambu (mercon) yang bunyinya keras juga merupakan upaya mengusir dan menakuti roh jahat.

Dari kisah-kisah tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa inti dari perayaan Imlek sesungguhnya adalah perayaan mengusir kuasa kegelapan, roh jahat atau Iblis dari kehidupan setiap keluarga orang Tionghoa dengan berbagai atribut seperti petasan merah, Dui Lian  lampion merah, barongsai, dsb.
Bangsa Israel juga memiliki hari raya semacam ini yang dikenal dengan Paskah. Dalam Perjanjian Lama, Paskah merupakan Tahun Baru bangsa Israel. Dalam penanggalan kalender Bangsa Israel, perayaan Paskah dimulai pada hari ke 10 bulan pertama (bulan Abib) yang biasanya jatuh sekitar Maret/April dan berlangsung sekitar 12-15 hari juga.

“Bulan inilah yang akan menjadi permulaan segala bulan bagimu, itu akan menjadi bulan pertama bagimu tiap-tiap tahun.“ (Keluaran 12:2).

Sama seperti perayaan Tahun Baru Imlek, perayaan Paskah bangsa Israel adalah korban Paskah bagi Tuhan yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah bangsa Israel. Pada perayaan Paskah, bangsa Israel diperintahkan oleh Allah melalui Musa dan Harun untuk menyembelih kambing domba mereka;

“Lalu Musa memanggil semua tua-tua Israel serta berkata kepada mereka: ‘Pergilah, ambil kambing domba untuk kamu dan sembelihlah anak domba Paskah. Kemudian kamu harus mengambil seikat hisop dan mencelupkannya dalam darah yang ada dalam sebuah pasu, dan darah itu kamu harus sapukan pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu; seorangpun dari kamu tidak boleh keluar pintu rumahnya sampai pagi“ (Keluaran 12:21-22).

Darah merah kambing domba yang diambil kemudian disapukan di ambang pintu (kusen) setiap rumah orang Israel supaya ketika malaikat maut yang didatangkan Allah atas tanah Mesir, darah itu meluputkan keluarga orang Israel.

Jadi sama seperti perayaan tahun baru Paskah bangsa Israel yang menyapukan darah kambing domba pada kusen pintu setiap keluarga Israel untuk menghindarkan diri dari malaikat maut yang membawa tulah atas tanah Mesir, demikian juga inti dari perayaan tahun baru Imlek orang Tionghoa yang sesungguhnya menyembunyikan pesan yang sama, yaitu dengan menempelkan Dui Lian (kertas merah) pada kusen pintu untuk mengusir Iblis (Nian) yang datang untuk memangsa manusia.

Apakah makna sesungguhnya dari darah merah yang disapukan ke ambang pintu rumah orang Israel dan kertas merah (Dui Lian) yang ditempelkan di kusen pintu orang Tionghoa tersebut?

Sesungguhnya, ini merupakan nubuatan akan Anak Domba Allah, Yesus Kristus yang akan mati di atas kayu salib dan darahNya akan menebus kita dari kuasa maut.

Darah Yesus diterima oleh setiap keluarga sebagai penebusan dosa mereka akan mengusir dan menolak kuasa maut dari kehidupan setiap keluarga.

“ …. Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu“ (Kisah 16:31).

Hal ini membuat kita bertanya dari manakah orang Tionghoa kuno memperoleh pengetahuan mendalam yang diajarkan oleh Allah orang Israel kepada Nabi Musa itu?

Mungkin, orang-orang Tionghoa kuno menerima sejenis pewahyuan dari Allah yang sama! Meskipun pada zaman itu, bangsa Tionghoa kuno belum memiliki Alkitab, tetapi Firman Allah tertulis dalam loh hati mereka!

“Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat mereka menjadi hukum Taurat bagi mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi …. “ (Roma 2:14,15).

Baik perayaan Paskah bangsa Israel maupun perayaan Imlek orang Tionghoa sesungguhnya menyembunyikan pesan akan kuasa darah Yesus Kristus yang menyelamatkan setiap orang dari kuasa setan.

“Dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri ….. “ (Ibrani 9:12).
“Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka “.
Dengan kita percaya kepada Yesus, maka kita bukan budak dosa lagi dan kita tidak dikuasai oleh kuasa si Iblis, akan tetapi kita memperoleh sebuah awal hidup yang baru.
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu sesungguhnya yang baru sudah datang“ (2 Korintus 5:17).

Karena itu, tidak ada salahnya bagi orang Kristen untuk merayakan hari raya Imlek, hanya saja, di dalam perayaan itu, yang kita hayati adalah sebuah permulaan “kehidupan baru“ dalam Kristus yang memerdekakan kita dari kuasa maut dan Iblis. Jadi, benarlah apabila Imlek (perayaan musim semi) sebagai tanda “lahirnya kembali alam semesta“ setelah musim dingin, beku, seolah-olah musim kematian, musim semi adalah musim kehidupan dan kebangkitan.

Baik Paskah bagi orang Israel dan Imlek bagi orang Tionghoa selalu dirayakan bersama keluarga, makan bersama, saling memberi, saling berbagi, demikian juga hari ini kita merayakan Imlek, dengan mensyukuri kebaikan Allah atas alam semesta, memberi rejeki sepanjang tahun, dan beribadah bersama-sama.

Rabu, 03 Februari 2010

Penegakan hukum, kejar target atau Menolong pecandu Narkoba ??

Ketika segala sesuatu hanya untuk mengejar target atau hasil, maka kemanusiaan dan akal sehat akan menjadi tidak relevan. Dalam kasus narkoba misalnya, seringkali tidak dibedakan antara pemakai, pengedar dan bandar. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, mereka yang mempunyai uang akan menguasai.

Ketidak pengetahuan dari pihak keluarga akan bahaya narkoba bukan hanya tentang masalah kesehatan tetapi jerat hukum yang siap menjerat, membuat para keluarga tidak mengerti harus bagaimana.. bahkan para pemakai yang seharusnya dapat disembuhkan, malah berakibat menjadi pecandu kambuhan.

Beberapa waktu lalu ada seseorang yang kami sedang mentor, ia baru bebas dari rutan akibat kasus narkoba..uniknya dia mengatakan ketika terjadi swiping oleh aparat, ia menaruh paket sabu dikantong belakang. Yang kurang dari 0,25gram. Menurutnya pihak aparat langsung memeriksa kantong belakang celananya dan itu membuat ia keheranan, alhasil dia masuk rutan dan kehilangan pekerjaannya sampai sekarang. Memang dia bersalah, karena menyalahgunakan narkoba. Tapi ada yang penting untuk kita perhatikan bersama..bukankah ada yang dirugikan, sementara bandar besarnya menurut dia tidak tahan.. hmm rumitnya.

Sebagai contoh : Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.

Surat edaran antara lain,: barangsiapa tertangkap tangan membawa sabu maksimal 0,25 gram diposisikan sebagai pemakai dan bukan tersangka. Dengan catatan, dia bukan residivis kasus narkoba dan tidak ada bukti bahwa yang bersangkutan merangkap menjadi pengedar atau produsen narkoba.

Selanjutnya, seperti disebut surat edaran, sesuai Pasal 41 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, hakim dapat memerintahkan pengguna psikotropika menjalani pengobatan atau perawatan.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54 menyebutkan, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Produk hukum yang ada, tidak banyak diketahui oleh pihak keluarga, bahkan pihak keluarga wajib melapor jika angota atau keluarganya terkena penyalahgunaan narkoba, maka mereka akan terjerat hukum yang berlaku.

Pertanyaannya KETIDAK TAHUAN masyarakat atau keluarga yang terkait, apakah dilindungi oleh hukum??